Selasa, 14 April 2015

Wae Rebo: Beauty from the East

Flores. Rasanya selalu memanggil-manggil saya untuk kembali. Kembali mengagumi alamnya yang memesona, yang keindahannya tak pernah habis untuk dijelajah. Flores. Sebuah tempat pengaduan, tempat yang telah mengikis rasa sakit di hati ini, eaaaak.. Almost a year ago, yeah! Dan tahun ini saya kembali lagi ke tanah penuh pesona Flores membawa sebuah mimpi di pundak saya..

Terisolasi di atas ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut, dibalik pegunungan dan lebatnya hutan, disanalah desa adat kuno Manggarai dengan 7 rumah berbentuk kerucut berdiri menghipnotis setiap orang yang melihatnya. Termasuk menghipnotis saya ketika melihat potret desa ini lewat google kira2 tahun lalu. Sejak itu, keinginan untuk menginjakkan kaki di desa itu telah merasuki jiwa saya! "Wae Rebo.. Wae Rebo..Wae Rebo.. that's what the beauty name is..."saya melafalkannya layak mantra. Dan bimsalabiiim.....


Cukup dengan bahasa sok puitis hahaha.. Saya akan berbagi cerita perjalanan meraih mimpi saya, sebuah perjalanan panjang menguras tenaga, penuh rintangan, tantangan, but swear babe.. never in your lifetime..ever..would there be any regrets cause you're doing it.

22 Februari 2015
Karna adanya miskomunikasi antara saya dan mas2 yg bookingin tiket konsesi, maka dengan berat hati saya harus ngeluarin kocek lebih untuk booking airline tetangga..hahaha FYI saya mendapatkan tiket 2 hari sebelum hari keberangkatan. 22 Februari, saya baru saja menyelesaikan tugas negara, mengantarkan jemaah Umrah dari Jeddah pulang ke Indonesia hehehe. Malamnya, saya berangkat menuju terminal 3 bandara Soekarno Hatta, disana pesawat QZ 7534 akan menerbangkan saya ke Denpasar. FYI lagi, di tengah jalan saya sadar KTP saya ketinggalan hahaha Blessed me, saya menemukan fotokopi KTP satu-satunya di dompet saya, pheewww -_-
Setibanya di Denpasar, saya memilih bermalam di hotel dekat Bandara. Pesawat IW 1888 ke Labuan Bajo dijadwalkan berangkat besok Pkl.09.10.

23 Februari 2015
Won't believe me kalo saya missed the alarm dan bangun Pkl.08.10 HAHAHA I kept saying 'damn' tapi berhasil beres2 dlm waktu 5 menit tanpa mandi ;p Seorang ksatria bermotor alias mas receptionist menawarkan diri mengantar saya ke bandara dengan kecepatan di atas rata2 hahahaa. Daaaan Pkl.08.40 saya berada dalam antrian cek in yang panjang, congratulations prok prok prok. Begitu tiba giliran saya, what a surprise, rasanya kayak mau nonjok orang, abis nonjok rasanya mau pingsan aja, "Mbak, pesawat IW 1888 dicancel karna gak ada ijin terbang" congratulations prok prok prok HA-HA-HA
Singkat cerita, dengan semangat yang tak padam dan kesabaran ekstra, saya akhirnya mendarat di Labuan Bajo kira2 pkl. 14.00. Thank God!


Jangan sedih, karna saya masih harus menempuh perjalanan darat 6 sampai 7 jam menuju Desa Denge/Dintor. Saya gak  sedih, yeaaahh! karna perjalanan ini disuguhi bentang alam yang spektakuler yang dijamin bikin melek walaupun kurang tidur. 2 jam pertama, jalannya masih woles2 aja, jalan bagus, lebar, 2 jalur bahkan 3 mobil berjejer bisa aja. Jalan ini namanya Flores Highway.
4 sampai 5 jam yang tersisa, bersiap-siaplah digonjang-ganjingkan oleh jalan 1 arah yang kurang woles. Buuuuuuttt..since I do always love the forest, then I enjoyed the road so much! Karna balik lagi, pemandangannya itu lhoooo..aaaaaagghh! Buka kaca jendela kamu, dan bernyanyilah bersama alam..eaaaakkk


Saya tiba di Wae Rebo Lodge milik Pak Martin kira2 Pkl 20.30. Wae Rebo Lodge ini berada di pinggir sawah, yang menurut saya menjadi nilai lebih dibanding homestay Pak Blasius. Tapi homestay Pak Blasius sendiri berada di dekat start point trekking, sedangkan dari Wae Rebo Lodge kita harus berkendara kurang lebih 10-15 menit menuju start point. The choice is yours :)
Listrik disini masih menggunakan genset, sedih ya? Pkl.22.00, hanya bulan dan bintang yang menerangi malam saya yang 'kepanasan' waktu itu, hehehe


24 Februari 2015
Pkl.03.00 saya berangkat bersama 3 orang teman saya, dan 1 guide lokal bernama Marcus. Kami berkendara menuju start point, dan Pkl.03.30 memulai perjalanan trekking meraih mimpi. Perjalanan diawali dengan jalanan yang katanya mau diaspal, sehingga yang kami lewati masih berupa jalan bebatuan dan kurang lebih bisa membuat kaki keseleo. Ouch. Setelah jalan bebatuan, perjalanan mendaki yang sesungguuhnya dimulai..wooossshaa! Karna masih gelap maka saya tidak melihat banyak hal, pun hal-hal yang tidak ingin saya lihat. Walaupun kata teman saya yang bisa melihat hal-hal 'itu' , selama trekking saya diikuti oleh 'mereka' karna saya dianggap menarik. Hahaha. Apa coba yang menarik?! Mungkin karna saya sering teriak2 dan bernyanyi bersama alam..dudududu...

Karna Wae Rebo letaknya diatas pegunungan, di balik lembah, maka pertama-tama kita akan mendaki lalu turun lagi. Kami tiba di Pos Ponco Roko kira2 setelah trekking selama dua setengah jam. Jujur aja, saya jatuh cinta dengan pemandangan dari pos ini. Hutan, pegunungan berada tepat sejajar dengan eye level saya, dan hey saya sedang berada di tengah2 hutan, di atas pegunungan!



Setengah jam kemudian, terlihat pos terakhir berupa rumah panggung kayu dan dari situuuuu...kalo kamu mau nangis bisa disitu aja hahaha..

saaaaay hiiiii ^^
Setibanya di Wae Rebo, kita belum boleh mengambil foto atau video. Kita harus mengikuti upacara adat penyambutan oleh kepala adat, Pak Rafael. Upacara adat ini bertujuan untuk meminta izin kepada nenek moyang Wae Rebo akan kehadiran kami di Wae Rebo juga meminta perlindungan nenek moyang sekiranya kami dijaga sampai tiba di rumah dengan selamat.


Setelah selesai mengikuti upacara, ada perasaan mengharu biru..eaakk..I can't believe I can make it this far :D Saya anak Wae Reboooooooo...horeeeeee! ^^

Fix, saya telah jatuh cinta dengan keindahan Wae Rebo, bahkan saya memiliki impian untuk mengambil foto pre wedding saya disana, hehe ;p
 Rumah adat di Wae Rebo berjumlah 7, berbentuk seperti kerucut berbahan daun lontar, namanya Mbaru Niang. Beberapa telah direnovasi kembali karna kondisi rumah yang telah rusak. Rumah ini telah diwariskan dari 100 tahun yang lalu oleh pendiri pertama yang diyakini bernama Empo Maro. Hingga saat ini, warga yang tinggal di Wae Rebo adalah generasi ke-19. FYI, salah satu rumah dijadikan guest house untuk tourist yang ingin bermalam. Rumah ini bisa menampung sampai 20 orang, pretty big right?!


Menurut cerita, nenek moyang orang Wae Rebo adalah orang Minangkabau.
Karna terisolasi di balik lembah, maka penduduk Wae Rebo sedikit terasing dari peradaban juga pendidikan dan kesehatan. Beberapa anak yang bersekolah harus tinggal di kampung bawah.
Dan karna keterbatasan sumber daya alam, terkadang warga harus turun mengambil kebutuhan dan kembali lagi sambil membawa sesuatu seberat 15kg. What a life!



Jangan dikira orang Wae Rebo tidak ramah, disini kalian akan menemukan keramahan yang sesungguhnya. Bahkan saking ramahnya, mereka menyodorkan tangan mereka dan memperkenalkan nama. Hal sama terjadi ketika kami berpapasan dengan beberapa warga pada saat turun.


wajib foto dari sini :D
Sekali lagi, dalam setiap catatan perjalanan saya, selalu berbenturan dengan keterbatasan waktu, maka keinginan saya untuk bermalam di Wae Rebo tidak dapat diwujudkan. T^T
Hari itu juga, saya turun berjalan kaki selama 4 jam. Total 8 jam dalam hari yang sama. Sangat melelahkan? Ya, no doubt. Tapi rasa lelah kalian akan terbayar dengan keindahan Wae Rebo yang so ancient and majestic. All good things never come easy, right? Sekali lagi, tidak ada perjalanan yang sia-sia dalam hidup ini.

Perjalanan dilanjutkan 6-7 jam kembali ke Labuan Bajo. Hari itu, saya tiba Pkl.02.30 pagi dan bermalam di salah satu hotel di Labuan Bajo.

25 Februari 2015
Saya pulang dengan pesawat IW 1889 LBJ-DPS dan QZ 7511 DPS-CGK di tgl 26 Februari.

Kira-kira ditotal ada 19 negara yang telah berkunjung ke Wae Rebo, dan kebanyakan turis yang berkunjung adalah turis mancanegara. Lagi-lagi kita harus mendengar kekayaan alam kita dari orang luar. What a shame! Mungkin kita terlalu sibuk merencanakan perjalanan ke luar negeri, sampai lupa apa yang ada di depan mata kita.. Tidak ada salahnya mencari pengalaman travelling baru di luar negeri tapi yang ingin saya katakan adalah kenalilah kekayaan negeri kamu. Sehingga waktu ditanya bule dan pakle tentang destinasi Indonesia, tak selamanya yg kamu jawab itu Bali lagi Bali lagi, ya gak? Hehee.. Jadilah frontliner, ambasador, agen, -atau apapun namanya itu- parawisata Indonesia dimanapun kamu berada :')

SAYA CINTA INDONESIA, KAMU?

 

  • Tiket pesawat CGK-DPS-LBJ-DPS-CGK seharga Rp.2.500.000
  • Sewa mobil Rp.800.000/hari, silakan hubungi teman saya Mas Jeffry di 081236989982. Mas Jeffry juga bisa menjadi guide ke Wae Rebo
  • Wae Rebo Lodge Rp.500.000/kamar untuk 3 orang, harga sewaktu-waktu bisa berubah.
  • Upacara adat Rp.20.000/orang
  • Bermalam Rp.325.000/orang/malam, tidak bermalam cukup membayar Rp. 200.000
  • Tidak ada sinyal hp di Wae Rebo Lodge, sehingga tidak ada cara lain untuk booking selain datang langsung.
  • Listrik menggunakan genset dan malam hari akan dimatikan. Pastikan cadangan baterai memadai hehehe
  • Mendakilah dengan semangat 'bersama kita bisa" Saling jaga dan saling care satu sama yang lain. Berjalan meninggalkan teman itu gak asik!
  • Jangan lupa membawa buku untuk didonasikan di taman baca
  • Siap capek, siap 1 bodi nyut2an, siap panas, siap iteeeem! Di atas segalanya, siap2 terpesonaaaaa ^^

If you can dream it, you can do it -Walt Disney-

eflavelait!





2 komentar:

  1. What a great experience :)
    I do love Wae Rebo and proud to be part of it #lulz
    Tulisan yang bagus anyway..
    Sudah berkunjung ke Kampung Bena di Ngada, Flores anyway?
    Saya sih belom pernah juga but semua yang pernah ke sana bagus dan rumahnya lebih banyak..
    Thanks for sharing..Keep writing and be proud :)

    BalasHapus